I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Propinsi Maluku Utara sebagai wilayah kepulauan memiliki luas wilayah 140.225,36 km² dan luas daratan 33.278 km². Luas lautan merupakan presentase terbesar, dimana 72,6% adalah wilayah laut dari keseluruhan wilayah sehingga sangat memungkinkan besarnya potensi perikanan yang terkandung di dalamnya, termasuk potensi perikanan budidaya. Besarnya potensi perikanan budidaya di Maluku Utara dapat dimungkinkan dengan tersedianya kawasan pengembangan budidaya yang tersedia baik budidaya air laut maupun budidaya air tawar (DKP Propinsi Maluku Utara, 2004).
Secara ekologis, wilayah pemerintahan Kabupaten Halmahera Selatan adalah wilayah yang ke arah darat mencakup daerah yang masih terkena pengaruh air laut atau pasang surut dan ke arah laut meliputi wilayah yang masih terpengaruh oleh daratan seperti sedimentasi. Uraian tersebut merupakan uraian umum dari batas atau ruang pesisir itu sendiri. Ekosistem wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil Kabupaten Halmahera Selatan merupakan ekosistem yang dinamis dan mempunyai kekayaan habitat yang beragam, baik di darat maupun di laut, serta saling berinteraksi antara habitat tersebut. Ekosistem tersebut antara lain adalah terumbu karang, hutan bakau (mangrove), padang lamun, rumput laut, pantai berpasir, formasi pes-caprea, formasi baringtonia, estuaria, laguna dan delta serta ekosistem pulau-pulau kecil di sekitar Kabupaten Halmahera Selatan (DKP HALSEL, 2008).
Potensi tersebut memiliki keunggulan komparatif yang perlu mendapatkan prioritas penanganan, sehingga peluang peningkatan produksi hasil budidaya laut di masa mendatang akan semakin besar. Identifikasi kelayakan sumberdaya lahan untuk pengembangan budidaya laut penting artinya dalam rangka penataan ruang daerah yang sesuai dengan peruntukannya guna menghindari konflik kepentingan sektor kelautan/perikanan dengan sektor lainnya. Identifikasi lokasi yang tepat juga dapat digunakan sebagai indikator awal keberhasilan usaha budidaya sesuai dengan jenis komoditas dan teknologi budidaya yang akan diterapkan (Tiskiantoro, 2006).
Sebagai daerah yang memiliki potensi lahan yang cukup besar untuk pengembangan budidaya baik budidaya air tawar, budidaya air payau maupun budidaya air laut, pemanfaatan potensi budidaya di Maluku Utara masih sangat kecil, dimana luas usaha budidaya di Maluku Utara yang telah di kembangkan untuk seluruh jenis usaha budidaya sampai dengan tahun 2003 baru mencapai 1.940,65 Ha dengan pencapaian produksi sebesar 105.632 ton, kecilnya pemanfaatan potensi budidaya ini memberikan peluang untuk pengembangan investasi usaha budidaya di Maluku Utara yang terjamin oleh adanya potensi lahan usaha serta tersedianya beberapa komoditi unggulan yang bernilai ekspor dan memiliki nilai ekonomis tinggi, yang salah satunya adalah Rumput Laut (DKP Propinsi Maluku Utara, 2004).
Rumput laut merupakan salah satu dari tiga komoditas utama program revitalisasi perikanan yang diharapkan berperan penting dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat. Pada akhir tahun 2009, rumput laut ditargetkan produksi meningkat menjadi 1,9 juta ton (Kappaphycus alvarezii. 1,5 juta ton) dengan sasaran pengembangan areal budidaya seluas 1.500.000 ha K. alvarezii. serta penyerapan tenaga kerja sekitar 255.000 orang (Anonim, 2005).
Untuk memenuhi kebutuhan data dan informasi yang akurat dalam pengembangan budidaya laut dapat diperoleh dengan menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG). Menurut Radiarta et al. (2003) SIG merupakan salah satu media komputasi yang dapat dipergunakan dalam penentuan lokasi yang ideal untuk pemgembangan budidaya laut, karena kemampuannya dalam memadukan beberapa data dan informasi tentang budidaya perikanan dalam bentuk lapisan (layer) yang nantinya dapat ditumpanglapiskan (overlay) pada data
yang lain, sehingga menghasilkan suatu keluaran baru dalam bentuk peta tematik.
Kemampuan ini merupakan kelebihan yang dimiliki oleh SIG dibandingkan dengan analisis secara tekstual.
1.2. Tujuan dan Manfaat
Tujuan dari penelitian ini yaitu :
1. Menganalisis kesesuaian lahan untuk budidaya Rumput laut di Pulau Posi
2. Menganalisis kelayakan usaha untuk pengembangan budidaya rumput laut di Pulau Posi.
3. Untuk mengetahui wilayah pengembangan lokasi budidaya rumput laut (Kappaphycus alvarezii) di pulau Posi.
4. Untuk mengetahui pengaruh faktor sosial ekonomi masyarakat setempat terhadap pengembangan usaha budidaya Rumput laut (Kappaphycus alvarezii).
Sedangakan manfaat dari penelitian ini adalah untuk memberikan informasi dan pengetahuan kepada petani dan nelayan, dalam pemanfaatan potensi sumberdaya laut secara optimal, serta di harapkan dapat membuka peluang usaha baru, penyerapan tenaga kerja, peningkatan pendapatan petani dan nelayan, melalui pengembangan wilayah budidaya rumput laut (Kappaphycus alvarezii).
1.3. Kerangka Pikir
Pembangunan dan pengembangan perikanan budidaya di Maluku Utara sebagian besar dititik beratkan pada pengembangan usaha budidaya rumput laut dan karamba jaring apung. Dalam pengembangannya, usaha budidaya rumput laut mengalami peningkatan yang cukup pesat dan memiliki pangsa pasar yang cukup menjanjikan. didasarkan pada kondisi potensi supply, demand, dan existing. Potensi supply adalah kondisi sumberdaya alam kawasan pesisir baik secara fisik, kimia maupun biologi yang mempunyai interaksi satu sama lain, yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya. Sedangkan potensi demand meliputi kondisi sosial ekonomi masyarakat serta stakeholders lain yang dalam perkembangannya membutuhkan pasokan sumberdaya alam yang memadai serta pengaturan pemanfaatan agar dapat terjamin kelestariannya. Kondisi existing adalah kondisi pemanfataan saat ini yang meliputi budidaya tambak, budidaya karamba sistem fixed net cage, dan budidaya rumput laut long line.
Selanjutnya dilakukan analisis terhadap ketiga komponen tersebut untuk menetapkan zonasi dan arahan pengembangan kawasan, yang sesuai dengan kondisi (potensi dan status) sumberdaya alam dan prioritas kebutuhan pengembangan usaha budidaya rumput laut. Analisis spasial untuk mengkaji pemanfaatan dan kesesuaian lahan dilakukan dengan menggunakan Sistem Informasi Geografis. Sedangkan analisis aspek ekonomi digunakan analisis kelayakan usaha. Dengan kedua analisis tersebut akan dapat ditentukan prioritas kegiatan pemanfaatan ruang yang optimal dan perencanaan aspek finansial yang lebih terarah dalam pengembangan usaha budidaya rumput laut di Maluku Utara.
Penelitian ini menggunakan analisis kesesuaian lahan untuk mendapatkan karakteristik kawasan pesisir Pulau Posi Kecamatan Kayoa Selatan, dengan berdasarkan pada kondisi biogeofisik yang ada. Karakteristik kawasan merupakan salah satu acuan dalam Sistim Informasi Geografis (SIG) untuk menentukan kesesuaian lahan agar sesuai dengan peruntukannya.
Penilaian terhadap kelayakan usaha yang dikembangkan menggunakan analisis kelayakan usaha yang didasarkan pada penilaian analisis kelayakan usaha mencakup pada perhitungan penentuan biaya investasi, biaya operasional dan penerimaan. Analisis ini menggunakan kriteria pengembangan usaha budidaya rumput laut berdasarkan penilaian terhadap Net Benefit Cost Ratio (Net B/C Ratio), Break Event Point (BEP) dan analisis untuk mengetahui waktu pengembalian modal ( Pay Back Period).
Kerangka pendekatan studi yang digunakan disajikan dalam Gambar 1 berikut ini.
Gambar 1. Kerangka Pikir Penelitian
II. TINJAUAN PUSTAKAN
2.1. Budidaya Rumput Laut
Kappaphycus alvarezii adalah salah satu diantara komoditas rumput laut yang prospek pengembangannya cukup cerah dimasa datang, karena mempunyai berbagai keunggulan komparatif sebagai komoditas budidaya laut baik dilihat dari potensi sumberdaya lahan, komoditas dan teknologi yang tersedia (Puslitbang Perikanan, 1991).
Kappaphycus alvarezii juga merupakan salah satu komoditas yang termasuk dalam mata dagang internasional dan telah memberikan sumbangan devisa bagi negara dan ikut meningkatkan pendapatan nasional. Dari bahan mentah rumput laut, telah dikembangkan ratusan jenis produk yang dimanfaatkan dalam berbagai bidang, antara lain industri makanan, farmasi, kedokteran, kosmetik, kertas dan lain-lain (Puslitbang Perikanan, 1991).
Untuk meningkatkan produksi dan kualitas rumput laut serta memanfaatkan lahan perairan Indonesia maka upaya pengembangan budidaya rumput laut masih perlu dikaji dan dipelajari, hal ini di akibatkan karena rumput laut merupakan komoditi perikanan laut yang akhir-akhir ini sangat potensial untuk dikembangkan, selain itu, rumput laut juga banyak di budidayakan karena permintaan pasar yang tinggi, teknologi produksinya relatif murah, siklus produksi yang relatif singkat serta penanganan pasca panen relatif mudah dan sederhana (Akmal, 2009).
2.1.1 Biologi dan Morfologi Rumput Laut
Anonim (1979) mengemukakan bahwa, secara taksonomi Kappaphycus alvarezi dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
Filum : Rhodophyta
Kelas : Rhodophyciae
Sub Kelas : Ploridoe Phycedae
Ordo: Gigartinales
Famili: Soliericeae
Genus : Eucheuma
Spesies : Kappaphycus alvarezi
BBL Lampung, (2001) mengemukakan bahwa, rumput laut adalah ganggang berukuran besar atau makro alga yang merupakan tanaman tingkat rendah. Morfologi rumput laut hanya terdiri dari Thallus, tidak mempunyai akar dan batang sejati. Thallus yang di miliki oleh Kappaphycus alvarezi memiliki ciri-ciri tegak lurus dan silendris dengan dua sisi yang tidak sama lebarnya. Terdapat tonjolan-tonjolan dan duri yang juga berbentuk silindris dan pipih, bercabang-cabang tidak teratur, berwarna hijau kemerahan bila hidup, dan bila kering berwarna kuning kecoklatan.
2.1.2. Perkembangbiakan Rumput Laut
Perkembangbiakan rumput laut ada dua macam yaitu, perkembangbiakan generative dan perkembangbiakan vegetative. Perkembangbiakan generative adalah proses perbanyakan diri dengan di dahului dengan suatu perkawinan, yang menghasilkan spora yang akan tumbuh menjadi dua jenis rumput laut, yakni rumput laut jantan dan betina. Sedangkan perkembangbiakan vegetative, berlangsung lebih sederhana karena tanpa didahului dengan pembentukan tanaman yang haploid maupun perkawinan. Setiap bagian tanaman rumput laut yang di potong dapat tumbuh menjadi rumput laut yang muda dan mempunyai sifat seperti induknya (Eddy A dan Evi L, 1989 dalam Nurwanto, 2003).
2.1.3. Pemilihan Lokasi
Pemilihan lokasi merupakan hal yang sangat menentukan berhasil tidaknya suatu usaha budidaya rumput laut. Untuk memperoleh hasil yang memuaskan dari usaha budidaya rumput laut hendaknya dipilih lokasi yang sesuai dengan ekobiologi (persyaratan tumbuh) rumput laut (Wijaya, 2007).
Faktor ekologi yang berpengaruh terhadap budidaya rumput laut, adalah:
1. Keterlindungan
Lokasi harus terlindung untuk menghindari kerusakan fisik rumput laut dari terpaan angin dan gelombang yang besar.
2. Dasar Perairan, Dasar perairan yang paling baik bagi pertumbuhan (Eucheuma sp) adalah dasar perairan yang stabil yang terdiri dari potongan karang mati bercampur dengan pasir karang.
3. Kedalaman Air
Pada surut terendah lahan budidaya masih terendam air minimal 50 cm, supaya rumput laut tidak mengalami kekeringan karena terkena sinar matahari secara Iangsung dan sekitar 210 cm saat pasang tinggi.
4. Salinitas
Salinitas perairan yang tinggi dengan kisaran 28-34‰ dengan nilai optimum 32‰ untuk itu hindari lokasi dari sekitar muara sungai.
5. Suhu air yang sesuai untuk budidaya rumput laut berkisar 27-30°C.
6. Kecerahan yang ideal dengan angka transparansi sekitar 1,5 m.
7. Keasaman (pH)
Kisaran pH antara 7-9. Nilai diharapkan pada kisaran 7,3 – 8,2 Karena perubahan pH akan mempengaruhi keseimbangan kandungan karbon dioksida (C02) yang secara umum dapat membahayakan kehidupan biota laut dari tingkat produktivitas primer perairan.
8. Pergerakan air (Ombak dan Arus)
Lokasi budidaya harus terlindung dari arus (pergerakan air) dan hempasan ombak yang terlalu kuat. Apabila hal ini terjadi, arus dan ombak akan merusak dan menghanyutkan tanaman. Air harus mempunyai gerakan air yang cukup. Kecepatan arus yang cukup untuk budidaya Eucheuma sp 20 – 40 cm/detik. Dengan kondisi seperti ini, akan mempermudah penggantian dan penyerapan unsur hara yang diperlukan oleh tanaman, tetapi tidak sampai merusak tanaman (Anggadiredja, 2006).
9. Aman dari predator dan kompetitor
Lokasi budidaya bukan merupakan tempat berkumpulnya predator rumput laut, seperti ikan, penyu, bulu babi, dan herbivor lainnya. Dengan demikian, kerusakan tanaman dapat ditekan, di samping juga dapat menghemat biaya pemeliharaan dan perlindungan terhadap hama tanaman (Anggadiredja, 2006).
10. Untuk keamanan dan keberlanjutan budidaya maka lokasi yang dipilih bukan merupakan tempat yang menjadi jalur pelayaran (Anggadiredja, 2006).
2.2. Konsep Ruang, Wilayah dan Kawasan
Undang-undang Nomor 24/1992 tentang Penataan Ruang mendefinisikan ruang sebagai wadah kehidupan yang meliputi ruang daratan, laut, dan udara, termasuk di dalamnya tanah, air, udara, dan benda lainnya sebagai satu kesatuan kawasan tempat manusia dan mahkluk hidup lainnya melakukan kegiatan dan memelihara kelangsungan hidupnya (Wijaya, 2007).
Konsep ruang mempunyai beberapa unsur, yaitu: (i) jarak, (ii) lokasi, (iii) bentuk, dan (iv) ukuran. Konsep ruang sangat berkaitan erat dengan waktu karena pemanfaatan bumi dan segala kekayaannya membutuhkan pengaturan ruang dan waktu. Unsur-unsur tersebut di atas secara bersama-sama menyusun unit tata ruang yang disebut wilayah (Budiharsono, 2001).
Wilayah didefinisikan Budiharsono (2001) sebagai suatu unit geografi yang dibatasi oleh kriteria tertentu yang bagian-bagiannya tergantung secara internal dalam dimensi ruang yang merupakan wadah bagi kegiatan-kegiatan sosial ekonomi yang memiliki keterbatasan serta kesempatan ekonomi yang tidak sama.
Definisi konsep kawasan menurut Rustiadi et al. (2006) adalah adanya karakteristik hubungan dari fungsi-fungsi dan komponen-komponen di dalam suatu unit wilayah, sehingga batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek fungsional.
2.3. Pengembangan Kawasan
Istilah pembangunan dan pengembangan digunakan dalam banyak hal yang sama, yang dalam bahasa Inggrisnya adalah development, sehingga untuk berbagai hal, istilah pembangunan dan pengembangan dapat saling dipertukarkan.
Secara umum pembedaan istilah ”pembangunan” dan ”pengembangan” di Indonesia memang sengaja dibedakan karena istilah pengembangan dianggap mengandung konotasi ”pemberdayaan”, ”kedaerahan” atau ”kewilayahan”, dan ”lokalitas”. Ada juga yang berpendapat bahwa kata ”pengembangan” lebih menekankan proses meningkatkan dan memperluas. Dalam pengertian bahwa pengembangan adalah melakukan sesuatu yang tidak dari ”nol’, atau tidak membuat sesuatu yang sebelumnya tidak ada, melainkan melakukan sesuatu yang sebenarnya sudah ada tapi kualitas dan kuantitasnya ditingkatkan atau diperluas (Rustiadi et al. 2006).
Secara filosofis, proses pembangunan dapat diartikan sebagai ”upaya yang sistematik dan berkesinambungan untuk menciptakan keadaan yang dapat menyediakan berbagai alternatif yang sah bagi pencapaian aspirasi setiap warga yang paling humanistik” (Rustiadi et al. 2006).
Menurut Todaro (2000) dalam Rustiadi et al. (2006), pembangunan harus memenuhi tiga komponen dasar yang dijadikan sebagai basis konseptual dan pedoman praktis dalam memahami pembangunan yang paling hakiki, yaitu kecukupan (sustenance) memenuhi kebutuhan pokok, meningkatkan rasa harga diri atau jati diri (self-esteem), serta kebebasan (freedom) untuk memilih. Pembangunan harus dipandang sebagai suatu proses dimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi nasional, disamping tetap mengejar akselerasi pertumbuhan ekonomi, penanganan ketimpangan pendapatan, serta pengentasan kemiskinan.
Terjadinya perubahan baik secara incremental maupun paradigma, menurut Anwar (2001) dalam Rustiadi et al. (2006), mengarahkan pembangunan wilayah/kawasan kepada terjadinya pemerataan (equity) yang mendukung pertumbuhan ekonomi (efficiency), dan keberlanjutan (sustainability).
2.4. Sistem Informasi Geografis (SIG)
Sistem Informasi Geografis (SIG) adalah suatu sistem komputer yang mempunyai kemampuan pemasukan, pengambilan, analisis data, dan tampilan data geografis yang sangat berguna bagi pengambil keputusan. Sistem computer ini terdiri dari perangkat keras (hardware), perangkat lunak (software) dan manusia (personal) yang dirancang untuk efisien memasukkan, menyimpan, memperbaharui, memanipulasi, menganalisa, dan menyajikan semua jenis informasi yang berorientasi geografis (ESRI, 1990; Purwanto, 2001 dalam Rumagia, 2008).
Sistem Informasi Geografis (SIG) adalah suatu teknologi baru yang pada saat ini menjadi alat bantu (tools) yang sangat esensial dalam menyimpan, memanipulasi, menganalisis, dan menampilkan kembali kondisi-kondisi alam dengan bantuan data atribut dan data spasial (Prahasta, 2005; Purwadhi, 1998; Burrough, 1986 dalam Rumagia, 2008).
Burrough (1986) dalam Rumagia (2008), menyatakan bahwa, Sistem Informasi Geografis (SIG) merupakan sistem informasi yang bersifat terpadu, karena data yang dikelola adalah data spasial. Dalam SIG data grafis di atas peta dapat disajikan dalam dua model data spasial yaitu model data raster dan model data vektor. Model data vektor menyajikan data grafis (titik, garis, poligon) dalam struktur format vektor. Struktur data vektor adalah suatu cara untuk membandingkan informasi garis dan areal ke dalam bentuk satuan-satuan data yang mempunyai besaran, arah dan keterkaitan satu sama lainnya.
Sistem Informasi Geografis (SIG) mempunyai kemampuan analisis keruangan (spatial analysis) maupun waktu (temporal analysis). Dengan kemampuan tersebut SIG dapat dimanfaatkan dalam perencanaan apapun karena pada dasarnya semua perencanaan akan terkait dengan dimensi ruang dan waktu. Dengan demikian setiap perubahan, baik sumberdaya, kondisi maupun jasa-jasa yang ada di wilayah perencanaan akan terpadu dan terkontrol secara baik (Rais et al. 2004).
Gunawan (1998) menjelaskan bahwa, SIG umumnya dipahami memiliki kontribusi besar dalam pengelolaan wilayah pesisir, yakni :
1) Membantu memfasilitasi berbagai pihak sektoral, swasta dan Pemda yang merencanakan sesuatu, dapat dipetakan dan diintegrasikan untuk mengetahui pilihan-pilihan manajemen dan alternatif perencanaan yang paling optimal.
2) Merupakan alat yang digunakan untuk menunjang pengelolaan sumberdaya pesisir yang berwawasan lingkungan.
Dengan menggunakan SIG, kita dengan mudah dan cepat dapat melakukan analisis keruangan (spatial analysis) dan pemantauan terhadap perubahan lingkungan wilayah pesisir. Kemampuan SIG dalam analisis keruangan dan pemantauan dapat digunakan untuk mempercepat dan mempermudah penataan ruang (pemetaan potensi) wilayah pesisir yang sesuai dengan daya dukung lingkungannya. Kelebihan SIG jika dibandingkan dengan sistem pengelolaan data dasar yang lain adalah kemampuannya untuk menyajikan informasi spasial maupun non spasial secara bersama-sama dalam bentuk vektor, raster ataupun data tabular (Barus dan Wiradisastra, 2000).
2.5. Analisis Kelayakan Usaha Budidaya Rumput Laut
Analisis kelayakan usaha dilakukan untuk mengkaji kemungkinan keuntungan (profitability) atau kerugian yang diperoleh dari kegiatan usaha budidaya yang sedang dilakukan. Dua pendekatan analisis yang biasanya digunakan untuk mengevaluasi kelayakan usaha, yaitu analisis finansial dan ekonomi (Kadariah, 1999). Analisis finansial yang diperhatikan adalah hasil untuk modal saham yang ditanam untuk kepentingan perusahaan atau perorangan yang berkepentingan dengan usaha tersebut. Analisis ekonomi yang diperhatikan adalah hasil total atau keuntungan yang diperoleh dari semua sumber daya yang digunakan dalam usaha untuk masyarakat atau perekonomian secara keseluruhan. Dalam analisis kelayakan terdapat banyak metode analisis dan ratio keuangan, di mana setiap metode mempunyai tujuan tersendiri. Dalam penelitian ini digunakan hanya analisis finansial yang meliputi Net Benefit Cost Ratio (Net B/C Ratio), Break Event Point (BEP) dan analisis untuk mengetahui waktu pengembalian modal (Pay Back Period).
(1) Net Benefit Cost Ratio
Untuk mengetahui kelayakan suatu usaha yang dianalisis dengan Net B/C ratio membutuhkan data penjualan yang merupakan keuntungan bersih dan biaya yang dikeluarkan. Jika B/C ratio > 1 maka usaha yang dijalankan layak untuk dikembangkan atau mengalami keuntungan. Jika B/C ratio < 1 maka usaha tersebut mengalami kerugian atau tidak layak untuk dikembangkan. Selanjutnya jika B/C ratio = 1 maka usaha berada pada titik impas (break event point) (Ibrahim, 2003).
(2) Break Event Point
Analisis break event point atau titik pulang pokok (impas) adalah suatu metode yang mempelajari hubungan antara biaya, keuntungan dan volume penjualan yang dikenal juga dengan analisis CPV (cost-profit-volume). Analisis ini dimaksudkan untuk mengetahui tingkat kegiatan minimal yang harus dicapai dimana pada tingkat tersebut usaha tidak mengalami keuntungan ataupun kerugian.
Dalam penentuan kelayakan usaha yang dilakukan dengan BEP (TR = TC) maka keuntungan usaha dapat dicapai jika produksi dan nilai jual rumput laut berada di atas nilai BEP dan akan mengalami kerugian jika berada di bawah nilai BEP (Ibrahim, 2003).
(3) Pay back period (PBP)
Analisis Pay Back Period (PBP) dalam kelayakan usaha merupakan suatu metode yang dilakukan untuk mengetahui berapa lama usaha yang dijalankan untuk dapat mengembalikan investasi dalam bentuk cash flow didasarkan atas total penerimaan dikurangi semua biaya kecuali biaya penyusutan (Ibrahim, 2003).
III. METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat
Gambar 2. Peta Rencana Lokasi Penelitian
Sumber : ATLAS sumberdaya wilayah pesisir dan laut, kerja sama BAPPEDA Maluku Utara dan UNKHAIR Ternate, (2006)
3. 2. Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang akan digunakan dalam penelitian ini meliputi peralatan survey dan peralatan analisis data. Sementara bahan yang digunakan adalah Citra Satelit Landsat 7 ETM+ untuk liputan wilayah Kayoa Selatan. Untuk jelasnya, alat dan bahan yang akan digunakan dalam kegiatan penelitian ini terlihat pada Tabel 1 di bawah ini.
Tabel 1. Alat, Bahan dan Kegunaanya dalam Penelitian
No
|
Alat / Bahan
|
Satuan
|
Kegunaan
|
1
|
Thermometer
|
0C
|
Untuk mengukur suhu perairan
|
2
|
Hand Refractometer
|
‰
|
Untuk mengukur salinitas perairan
|
3
|
pH Meter
|
-
|
Untuk mengukur kandaungan pH perairan
|
4
|
Secchi Disc
|
M
|
Untuk mengukur kecerahan perairan
|
5
|
Palem Pasut
|
M
|
Untuk mengukur tinggi gelombang perairan
|
6
|
Current meter
|
m/det
|
Untuk pengukuran kecepatan arus
|
7
|
GPS
|
-
|
Untuk penentuan posisi wilayah sampling
|
8
|
Kamera Digital
|
-
|
Untuk dokumentasi
|
9
|
Daftar Pasut Dishidros TNI AL
|
buku
|
Untuk penentuan pola pasang surut
|
10
|
Citra Satelit Landsat 7 ETM+ liputan wilayah Kayoa Selatan
|
sheen
|
Untuk analisis dan pembuatan peta kesesuaian lahan budidaya rumput laut
|
11
|
Kuisioner
|
-
|
Untuk pengisian data wawancara
|
12
|
Alat tulis menulis
|
-
|
Untuk pencatatan data penelitian
|
13
14
|
1 buah Komputer/Laptop
Perahu/ketinting
|
Unit
Unit
|
Untuk analisis data dan pembuatan pembuatan peta
Sarana Transportasi pada saat pengambilan sampel
|
3.3. Metode Pengambilan Data
Dalam penelitian ini pengumpulan data dilakukan dengan dua cara, yaitu pengumpulan data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumbernya melalui hasil survei, observasi dan wawancara secara langsung di lapangan, sedangkan data sekunder diperoleh dari studi kepustakaan dan dari dinas atau instansi terkait seperti Bappeda, Dinas Perikanan dan Kelautan, BPS dan dinas-dinas terkait lainnya di Kabaupaten Halmahera Selatan. Pengambilan responden dilakukan secara purposive dengan pertimbangan responden adalah aktor/pengguna lahan (stakeholder) yang dianggap memiliki keahlian atau yang memiliki kemampuan dan mengerti permasalahan terkait, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Data yang akan dikumpulkan selama penelitian merupakan data primer dan data sekunder yang terdiri dari :
(a) Data Primer, merupakan data ekologi yang meliputi komponen-komponen fisika, kimia dan biologi, yang terdiri dari :
- Data komponen fisik antara lain : keterlindungan, kedalaman perairan, material dasar perairan, arus, kecerahan, salinitas, suhu, angin, gelombang dan pasang surut.
- Data komponen kimia antara lain : kadar keasamaman, nitrat dan fosfat.
- Data komponen biologi antara lain : data biologis rumput laut, predator dan lain sebagainya.
(b) Data Sekunder yang terdiri dari
(1) Data Sosial Ekonomi dan Budaya, yang meliputi : data luas desa/kecamatan yang menjadi lokasi penelitian, jumlah penduduk, jumlah kepala keluarga, tingkat pendidikan, pendapatan, mata pencaharian, dan juga kelembagaan yang terdapat di daerah penelitian seperti koperasi.
(2) Data Kelembagaan dan Perundang-undangan serta peraturan daerah yang berkaitan dengan budidaya rumput laut di lokasi penelitian.
(3) Data pemanfaatan ruang seperti peruntukan untuk kegiatan budidaya rumput laut.
(4) Data Penunjang, yang meliputi : literatur-literatur penunjang dan peta-peta yang terkait dengan penelitian, seperti :
- Peta rupa bumi Kecamatan Kayoa Selatan.
- Peta wilayah admistrasi Kecamatan Kayoa Selatan.
- Peta wilayah perairan Kabupaten Halmahera Selatan.
- Peta topografi dan batimetri Kabupaten Halmahera Selatan.
- Citra Satelit Landsat 7 ETM+ liputan wilayah Kayoa Selatan.
Metode penentuan titik stasiun untuk observasi lapangan dilakukan secara purposive sampling, dimana penentuan titik stasiun dilakukan secara sengaja berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu. Pertimbangan yang diambil antara lain berupa daerah lokasi budidaya yang ada saat ini, cakupan lokasi penelitian yang cukup jauh, transportasi, keselamatan peneliti, waktu dan biaya.
3.4. Analisis Data
Analisis data dilakukan dalam 2 (dua) tahap berurutan, yaitu : 1) analisis kesesuaian lahan budidaya rumput laut dilakukan dengan menggunakan Sistem Informasi Geografis, dan 2) kelayakan finansial pengembangan usaha budidaya rumput laut dilakukan dengan analisis kelayakan usaha. Masing-masing analisis tersebut dijelaskan pada bagian berikut ini.
3.4.1. Analisis Kesesuaian Lahan Budidaya Rumput Laut
Analisis kesesuaian lahan budidaya rumput laut dilakukan dalam 4 tahap, yaitu:
(i) Penyusunan matriks kesesuaian lahan budidaya rumput laut,
(ii) Pembobotan dan pengharkatan,
(iii) Analisis proximity (pendekatan), yaitu membuat buffer berupa zona penyangga di sekeliling feature (informasi) dari coverage (tematik) input (titik, dan garis) untuk membuat suatu coverage baru, dan
(iv) Analisis overlay (tumpang susun), yaitu proses penampakan coverage, dilakukan untuk menganalisis dan mengidentifikasi hubungan spasial antara feature-feature dari coverage. Analisis dilakukan dengan menggunakan software Arc View 3.3. Alur kerja analisis kesesuaian lahan disajikan pada Gambar 3.
Penyusunan Matriks Kesesuaian
Gambar 3. Alur Kerja Analisa Spasial untuk Kesesuaian Lahan
Pembobotan (Weighting) dan Pengharkatan (Scoring)
Pemberian bobot didasari oleh tingkat kepentingan masing-masing parameter secara berurutan, mulai dari yang terpenting sampai yang kurang penting. Selain itu setiap tema akan dibagi menjadi beberapa kelas yang diberi skor berdasarkan tingkat kesesuaiannya. Sehingga pada hasil akhir akan diperoleh ”nilai akhir” atau ”matriks atribut” yang merupakan hasil perkalian antara bobot dengan skor kelas.
Setiap kriteria dan parameter, pemberian bobot, dan skor kelas ditentukan berdasarkan studi kepustakaan, dan justifikasi dari tenaga ahli yang berkompeten di bidang perikanan, baik secara tertulis maupun secara lisan.
Dimana: S = Indeks terbobot dari area atau poligon terpilih
Sij = Skor kelas ke-j dari layer ke-i
Wi = Bobot untuk input layer ke-i
n = Jumlah layer
Kelas Kesesuaian
Pembagian kelas kesesuaian dilakukan menurut klasifikasi FAO (1976) dalam Hardjowigeno (2001), yang membagi kesesuaian lahan menjadi 2 ordo, yaitu ordo S (suitable/sesuai) dan ordo N (not suitable/tidak sesuai). Selanjutnya ordo ini dibedakan lagi menjadi kelas-kelas yaitu: Sangat Sesuai (S1), Sesuai (S2), dan Tidak Sesuai Permanen (N).
i) Kelas S1: sangat sesuai (highly suitable), yaitu: lahan tidak mempunyai pembatas yang berat untuk suatu penggunaan tertentu secara lestari, atau hanya mempunyai pembatas yang kurang berarti dan tidak berpengaruh secara nyata terhadap produksi lahan tersebut, serta tidak akan menambah masukan dari pengusahaan lahan tersebut. Nilai scoring untuk kelas S1 sebesar 3.
ii) Kelas S2: sesuai (suitable), yaitu: lahan yang mempunyai pembatas yang agak berat untuk suatu penggunaan tertentu secara lestari. Pembatas tersebut akan mengurangi produktivitas lahan dan keuntungan yang diperoleh, serta meningkatkan masukan untuk mengusahakan lahan tersebut. Nilai scoring untuk kelas S2 sebesar 2.
iii) Kelas N: tidak sesuai permanen (permanent not suitable), yaitu: lahan yang mempunyai pembatas sangat berat/permanen, sehingga tidak mungkin dipergunakan untuk suatu penggunaan tertentu yang lestari. Nilai scoring untuk kelas N sebesar 1.
Pelaksanaan operasi tumpang susun (overlay) untuk setiap peruntukan dimulai dari parameter yang paling penting (bobotnya terbesar), berurutan hingga parameter yang kurang penting.
Matriks kesesuaian untuk peruntukan budidaya rumput laut ditampilkan pada Tabel 2 berikut ini.
Tabel 2. Matriks Kriteria Kesesuaian Lahan Untuk Budidaya Rumput Laut
No.
|
Parameter/Kriteria
|
Bobot
|
Kelas Kesesuaian (Skor)
| |||||
S1 (3)
|
Skor
|
S2 (2)
|
Skor
|
N(1)
|
Skor
| |||
1
|
Keterlindungan
|
20
|
Sangat terlindung
|
4
|
Terlindung
|
3
|
Terbuka
|
2
|
2
|
Kedalaman Perairan (m)
|
20
|
3 - 15
|
4
|
2 - 3 atau
>15 - 40
|
3
|
<1 atau >40
|
2
|
3
|
Substrat Dasar Perairan
|
15
|
Karang berpasir
|
4
|
Pasir- Pasir berlumpur
|
3
|
Lumpur
|
2
|
4
|
Arus (cm/dt)
|
15
|
21 - 30
|
4
|
11 - <21 atau >30 - 45
|
3
|
<11 atau
>45
|
2
|
5
|
Kecerahan (%)
|
10
|
80 - 100
|
4
|
60 - <80
|
3
|
<60
|
2
|
6
|
Salinitas (ppm)
|
10
|
30 - 32
|
4
|
25 - <30 atau >32 - 35
|
3
|
<25 atau >35
|
2
|
7
|
Suhu (°C)
|
5
|
28 - 30
|
4
|
25 - <28 atau >30 - 33
|
3
|
<25 atau >33
|
2
|
8
|
DO (ppm)
|
5
|
>7
|
4
|
3 - 7
|
3
|
<3
|
2
|
9
|
pH
|
5
|
7,3-8,2
|
4
|
7-7,2 atau
8,3-9
|
3
|
<7 atau >9
|
2
|
10
|
Nitrat
|
5
|
0,7
|
4
|
0,01 – 0,7
|
3
|
<0.01 atau >0.7
|
2
|
11
|
Phospat
|
5
|
0,1-0,2
|
4
|
0,02-<0,1
|
3
|
<0,02 atau >0,2
|
2
|
Sumber : Modifikasi dari DKP (2002), Besweni (2002), Syahputra (2005), dan Subagio (2004), Kepmen No. 51/MENKLH/2004
3.4.2. Analisis Kelayakan Usaha
Analisis kelayakan usaha mencakup pada perhitungan penentuan biaya investasi, biaya operasional dan penerimaan. Analisis ini meliputi analisis financial yakni, Net Benefit Cost Ratio (Net B/C Ratio), dan analisis ekonomi yang terdiri dari Break Event Point (BEP) dan analisis untuk mengetahui waktu pengembalian modal Pay Back Period (PBP).
Net Benefit Cost Ratio (Net B/C Ratio)
Net B/C ratio dapat dianalisis dengan menggunakan rumus :
Net B/C ratio
Break Event Point (BEP)
Analisis ini dilakukan dengan dua cara yaitu : (1) untuk nilai produksi dan nilai jual rumput laut (harga dalam rupiah). Rumus yang digunakan adalah :
Analisis BEP untuk produksi (banyaknya hasil panen) :
BEP (kg) =
Analisis BEP untuk harga jual :
BEP (Rp) =
Keterangan :
FC = Biaya tetap
C = Hasil panen
VC = Biaya variabel
S = Hasil penjualan
Pay Back Period (PBP)
Untuk mengetahui nilai Pay Back Period digunakan formulasi sebagai berikut :
PBP =
Keterangan :
PBP = Pay Back Period
NI = Nilai Investasi
MR = Rata-rata keuntungan per tahun
MP = Rata-rata penyusutan per tahun
DAFTAR PUSTAKA
Akmal. 2008. Makalah Teknologi Budidaya Air Laut, Budidaya Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii). Departemen Kelautan dan Perikanan Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, Balai Budidaya Air Payau Takalar. Sulawesi Selatan.
Akmal, S. Raharja dan Ilham. 2008. Teknologi Manajemen Budidaya Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii). Direktorat jenderal perikanan budidaya Balai budidaya air payau, Takalar.
Anonim., 2005. Profil Rumput Laut Indonesia. Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. Departemen Kelautan dan Perikanan, Jakarta.
Anggadiredja, J.T. et al. 2006. Rumput Laut. Penebar Swadaya. Jakarta
Balai Budidaya Laut Lampung. 2001. Teknologi Budidaya Rumput Laut (Juknis Seri No. 8) Departemen Kelautan dan Perikanan. Bandar Lampung.
BAPPEDA dan UNKHAIR Ternate, 2006. ATLAS Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Laut Kabupaten Halmahera Selatan - Kabupaten Halmahera Tengah. Maluku Utara.
Barus, B., dan U.S. Wiradisastra. 2000. Sistem Informasi Geografis Sarana Manajemen Sumberdaya. Laboratorium Pengindraan Jauh dan Kartografi Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian IPB. Bogor.
Besweni. 2002. Kajian Ekologi Ekonomi Pengembangan Budidaya Rumput Laut di Kepulauan Seribu (Studi Kasus di Gugusan P. Pari). Tesis (tidak dipublikasikan). Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Budiharsono, S. 2001. Teknik Analisis Pembangunan Wilayah Pesisir dan Lautan. Pradnya Paramita. Jakarta.
Departemen Perikanan dan Kelautan RI, 2002. Pedoman Umum Penataan Ruang Pesisir dan Pulau-Pualau Kecil. Jakarta.
Dinas Perikanan dan Kelautan. 2004. Laporan Tahunan (LAPTA) Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Maluku Utara. Maluku Utara. DPK. 48 hal.
DKP [Departemen Kelautan dan Perikanan] Kabupaten Halmahera Selatan. 2008. Perencanaan Penataan Ruang Laut, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil serta pengelolaan batas wilayah laut. Maluku Utara.
Gunawan, I. 1998. Typical Geographic Information System (GIS) Aplication For Coastal Resources Management Indonesia. Jurnal Pengelolan Sumberdaya Pesisir dan Lautan Indonesia (1998), I (1) : 1 – 12.
Hardjowigeno, S., Widiatmaka, A.S., Yogaswara. 2001. Kesesuaian Lahan dan Perencanaan Tataguna Tanah. Jurusan Tanah Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Ibrahim Y. 2003.Studi Kelayakan Bisnis (edisi revisi),. Penerbit Reneka Cipta. Jakarta. Hal.141-161.
Kadariah, Lien Karlina, Clive Gray. 1999. Pengantar Evaluasi Proyek (edisi revisi). Fakultas ekonomi. Universitas Indonesia. Jakarta. 181 hal.
Nurwanto. 2003. Teknik Budidaya Rumput Laut, Kappaphycus alvarezi, Laporan Praktik Kerja Lapang IV Jurusan Teknologi Budidaya Perikanan. Depertemen Kelautan Dan Perikanan Sekretariat Jendral Akademi Perikanan Sidoarjo.
Puslitbang Perikanan. 1991. Budidaya Rumput Laut (Eucheuma sp.) dengan Rakit dan Lepas Dasar. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian
Radiarta, N., S.E Wardoyo, B. Priono dan O. Praseno. 2003. Aplikasi Sistem Informasi Geografis untuk Penentuan Lokasi Pengembangan Budidaya Laut di Teluk Ekas, Nusa Tenggara Barat. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Vol. 9 No.1 p. 67 – 79.
Rais, J., B. Sulistiyo, S. Diamar, T. Gunawan, M. Sumampouw, T.A. Soeprapto, I. Suhardi, A. Karsidi dan S. Widodo, 2004. Menata Ruang Laut Terpadu. PT. Pradnya Paramita. Jakarta.
Rumagia, F. 2008. Analisis Pemanfaatan Ruang Wilayah Pesisir dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah di Kabupaten Buru, Maluku. Tesis. (tidak dipublikasikan). Sekolah Pascasarjana Institut pertanian Bogor. Bogor
Rustiadi, E., Sunsun S., Dyah R.P. 2006. Perencanaan dan Pengembangan Wilayah, Diktat (tidak dipublikasikan). Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Soebagio. 2004. Analisis Kebijakan Pemanfaatan Ruang Pesisir dan Laut Kepulauan Seribu dalam Meningkatkan Pendapatan Masyarakat Melalui Kegiatan Budidaya Perikanan dan Pariwisata. Disertasi (tidak dipublikasikan). Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Syahputra, Y. 2005. Pertumbuhan dan Kandungan Karaginan Budidaya Rumput laut (Euchema cottoni) pada Kondisi Lingkungan yang berbeda dan Perlakuan Jarak tanam di Teluk Lhok Seudu. Tesis (tidak dipublikasikan). Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Tiskiantoro, F. 2006. Analisis Kesesuaian Lokasi Budidaya Karamba Jaring Apung dengan Aplikasi Sistem Informasi Geografis di Pulau Karimunjawa dan Pulau Kemujan. Tesis. Progran Pasca Sarjana Universitas Diponegoro, Semarang.
Vincentius, Angelinus. 2003. Analisis Kesesuaian Lahan dan Arahan Pengembangan Kawasan Pesisir Teluk Maumare, Kabupaten Sikka, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Tesis (tidak dipublikasikan). Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor
Wijaya N. 2007. Analisis Kesesuaian Lahan dan Pengembangan Kawasan Perikanan Budidaya di Wilayah Pesisir Kabupaten Kutai Timur. Tesis. (tidak dipublikasikan) Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Lampiran 1. Kuisioner Analisis Usaha Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii dengan metode Long Line
| |||||
NO
|
KOMPONEN
|
SATUAN
|
JUMLAH
|
HARGA
|
TOTAL
|
A.
|
Biaya
| ||||
1
|
Investasi
| ||||
a. Perahu
|
Unit
| ||||
2
|
Biaya Tetap/Peralatan
| ||||
a. Tali biang 10 mm
|
Kg
| ||||
b. Tali ris 7 mm
|
Kg
| ||||
c. Jerigen
|
Buah
| ||||
d. Para-para penjemuran
|
Unit
| ||||
e. Tali rafia
|
Kg
| ||||
f. Botol aqua
|
Buah
| ||||
g. Timbangan
|
Unit
| ||||
h. Jangkar/kayu patok
|
Unit
| ||||
SUB TOTAL
| |||||
3
|
Biaya Variabel/modal kerja
| ||||
a. Benih
|
Kg
| ||||
b. Upah pengikatan benih
|
HOK
| ||||
c. Upah pemanenan
|
HOK
| ||||
d. Upah pengeringan
|
HOK
| ||||
SUB TOTAL
| |||||
B.
|
Manfaat
| ||||
Penjualan Hasil Panen Kering
|
Kg
| ||||
Pendapatan dalam sekali panen
| |||||
Berapa kali panen dalam 1 thn
| |||||
Lamanya waktu budidaya
| |||||
Apakah pernah gagal
| |||||
Lampiran 2. Kuisioner Identifikasi Lokasi Penelitian
Kondisi Geografis :
a. P r o p i n s i : Maluku Utara
b. Kabupaten / Kota : Halmahera Selatan
c. Kecamatan : Kayoa Selatan
d. D e s a / K e l u r a h a n : …………………………………
Luas Desa/Kelurahan : .................... km2.
Jalan Desa/Kelurahan beraspal : .................... km.
Jalan Desa/Kel. belum beraspal : .................... km.
Panjang Garis Pantai : .................... km.
Jumlah Sungai : .................... sungai
Panjang Sungai : .................... km.
Batas Desa/Kelurahan : .................... s/d .......... LU dan .......... s/d ........... BT
Kantor Desa / Balai Desa : .................... Buah
Jumlah Sekolah SD / SMP / SMA :................... Buah
Puskesmas Pembantu : .................... Buah
Tempat Ibadah : .................... Buah
Pasar : .................... Buah
Irigasi : .................... Buah
Jalan Penghubung : Aspal / Sirtu / Tanah*)
Angkutan Umum : Kendaraan Roda 4 / Roda 2 / Gerobak*)
Komunikasi : Telepon / Radio CB / Kantor Pos*)
Pemukiman : Permanen / Semi Permanen / Gubuk*)
Air Bersih : Sungai / Sumur / PAM*)
Sarana dan Prasarana Perikanan serta Sarana Penunjang
ü Pelabuhan Perikanan (PP) : .................... Unit Kondisi : baik/rusak*)
ü Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI).............. :.. Unit Kondisi : baik/rusak*)
ü Tempat Pelelangan Ikan (TPI) :................... Unit Kondisi : baik/rusak*)
ü Jika tidak ada, pasar terdekat : .................... km.
ü Sarana penunjang :
Jenis Sarana
|
Jumlah Sarana (Unit)
|
Kondisi*)
|
Gedung pendingin (cold storage)
|
Baik / Rusak
| |
Pabrik es
|
Baik / Rusak
| |
Galangan kapal perikanan
|
Baik / Rusak
| |
Bengkel kapal perikanan
|
Baik / Rusak
| |
SPDN/SPBN
|
Baik / Rusak
| |
Unit usaha/penjualan sarana perikanan
|
Baik / Rusak
| |
Pasar ikan
|
Baik / Rusak
| |
Kedai pesisir
|
Baik / Rusak
| |
Sarana komunikasi dengan tenaga surya
|
Baik / Rusak
| |
Sarana air bersih
|
Baik / Rusak
| |
Jetty
|
Baik / Rusak
| |
Listrik tenaga surya
|
Baik / Rusak
| |
Wartel/kiospon/warpostel
|
Baik / Rusak
| |
Warung internet
|
Baik / Rusak
| |
Dermaga
|
Baik / Rusak
|
ü Keberadaan koperasi di bidang kelautan dan perikanan :
¦ Koperasi Unit Desa : Unit
¦ LEEP-M3... :.. Unit
¦ Koperasi non-KUD lainnya : Unit
ü Lembaga keuangan mikro informal sektor kelautan dan perikanan :
¦ LKM Swamitra Mina : Unit
¦ BPR Pesisir :.. Unit
¦ Unit Simpan pinjam : Unit
¦ Lainnya ........................... : Unit
Data Demografi
Rincian Data : Data jumlah penduduk menurut jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan, pekerjaan, jumlah keluarga miskin, rata-rata luas pemilikan lahan dan sarana usaha perikanan.
Kependudukan
a. Jumlah Penduduk menurut Umur dan Jenis Kelamin :
ü Umur 0 – 6 Thn : L ......... Orang P ......... Orang
ü Umur 7 – 15 Thn : L ......... Orang P ......... Orang
ü Umur 16 – 30 Thn : L ......... Orang P ......... Orang
ü Umur 31 – 45 Thn : L ......... Orang P ......... Orang
ü Umur 46 – 60 Thn : L ......... Orang P ......... Orang
ü Umur > 60 Thn : L ......... Orang P ......... Orang
b. Jumlah Penduduk menurut Pendidikan :
ü Tidak Sekolah : ...................... Orang
ü Tidak Tamat SD : ...................... Orang
ü Tamat SD : ...................... Orang
ü Tidak Tamat SLTP : ...................... Orang
ü Tamat SLTP : ...................... Orang
ü Tidak Tamat SLTA : ...................... Orang
ü Tamat SLTA : ...................... Orang
ü Perguruan Tinggi : ...................... Orang
c. Jumlah Penduduk menurut Mata Pencaharian :
ü Sebagai Nelayan : ...................... Orang
ü Sebagai Petani : ...................... Orang
ü Buruh Tani Nelayan : ...................... Orang
ü Pengumpul Ikan/Dibo-dibo : ...................... Orang
ü Pengolah Ikan : ...................... Orang
ü Pengrajin : ...................... Orang
ü Tukang Kayu / Batu : ...................... Orang
ü Pedagang : ...................... Orang
ü Sopir : ...................... Orang
ü Tukang Ojek : ...................... Orang
ü Pegawai Negeri Sipil : ...................... Orang
ü Lain-lain, sebutkan : ...................... Orang
....................................
....................................
d. Tingkat Kesejahteraan Penduduk :
ü Keluarga Sejahtera : ...................... KK
ü Keluaga Pra-Sejahtera : ...................... KK
ü Keluarga Miskin : ...................... KK
ü Keluarga Sangat Miskin : ...................... KK
e. Lama Tinggal/Domisili Penduduk :
ü < 1 Tahun : .................... KK
ü 1 – 5 Tahun : .................... KK
ü 5 – 10 Tahun : .................... KK
ü 10 – 15 Tahun : .................... KK
ü 15 – 20 Tahun : .................... KK
ü > 20 Tahun : .................... KK
f. Luas Pemilikan Lahan dan Sarana Usaha Perikanan :
ü Ketamba Jaring Apung : ...................... Unit Luas : ...................... Ha
ü Tambak : ...................... Unit Luas : ...................... Ha
ü Rumpon : ...................... Unit Pemilik : ...................... Orang
ü Bagan : ...................... Unit Pemilik : ...................... Orang
ü Sero : ...................... Unit Pemilik : ...................... Orang
ü Bubu : ...................... Unit Pemilik : ...................... Orang
ü Budidaya : ...................... Unit Pemilik : ...................... Orang
Data Situasi Gender
Rincian Data : Pendataan pembagian peran dan tugas dalam keluarga antara laki-laki dan perempuan dalam beberapa aspek kegiatan masyarakat.
Peran dan Tugas
|
Laki-laki (orang)
|
Perempuan (orang)
|
Kepala Rumah Tangga
| ||
Pekerja Perikanan
| ||
Pekerja Pertanian/Perkebunan
| ||
PNS
| ||
Sektor Jasa (wirasaha)
| ||
Pekerja Sampingan
|
Data Pemasaran dan Lembaga Keuangan
Rincian Data : Data kondisi mekanisme pemasaran, lembaga pelayanan ekonomi, kios, KUD. Lembaga keuangan mikro dan pasar.
Kondisi Mekanisme Pemasaran
................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................
Lembaga Pelayanan Ekonomi
Jenis Lembaga
|
Jumlah (unit)
|
Jenis Usaha
|
Kondisi
|
Bank
|
Baik/Tidak Baik*)
| ||
KUD
|
Baik/Tidak Baik*)
| ||
Kios
|
Baik/Tidak Baik*)
| ||
Lembaga Keuangan Mikro/LEPP-M3
|
Baik/Tidak Baik*)
| ||
Pasar
|
Baik/Tidak Baik*)
|
Catatan :
*) coret yang tidak perlu.
..............., ................... 2011
Peneliti
(.............................................)
Lampiran 3. Tabel Pengamatan Kriteria Kesesuaian Lahan Budidaya Rumput Laut
Lokasi
|
Posisi Geografis
|
Arus
(cm/dt)
|
Kedalaman Perairan (m)
|
Keterlindung-an
|
Salinitas (‰)
|
Kecerahan (%)
|
Suhu
Permukaan (°C)
|
Substrat Perairan
|
pH
|
DO (ppm)
|
Nitrat
|
Phospat
|
Stasiun I
| ||||||||||||
Stasiun II
| ||||||||||||
Stasiun III
| ||||||||||||
Stasiun IV
|
Waktu Pengamatan:
Hari/Tanggal : …………………………….
Waktu : …………………………….
Siang mas, mohon izin untuk minta draft penelitiannya agar bs dijadikan referensi dalam penelitian saya.. terimakasih
BalasHapus